Kamis, 31 Agustus 2017
Puasa Arafah pada 9 Dzulhijjah
Salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah adalah puasa Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki keutamaan yang luar biasa, menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
“Puasa hari Arofah (9 Dzulhijjah) aku berharap kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang.”
(HR. Muslim no. 1162)
Jumat, 18 Agustus 2017
Membaca Bismillah Ketika Mau Makan
Dari ‘Umar bin [Abi] Salamah Radhiyallahu anhu,
bahwasanya ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan di
sisinya ada makanan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيِمِيْنِكِ وَكُلْ مِمَّ يَليْكَ
Sebutlah nama Allah Ta’ala, makanlah dengan tangan
kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu. [Muttafaqun ‘alaih].
Pentingnya tasmiyah (membaca bismillah) ini kian jelas
dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang lupa
membacanya. Disebutkan dalam satu hadits dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah
bersabda, yang artinya: “Jika salah seorang dari kalian akan makan, hendaklah
menyebut nama Allah Ta’ala. Apabila lupa menyebut nama Allah Ta’ala, hendaklah
mengucapkan: ‘Bismillah awwalahu wa akhirahu’.” [HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi
dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni]
Jika
menyantap makanan atau menikmati minuman tanpa disertai membaca bismillah,
berarti seseorang telah menyediakan rizki bagi Iblis (setan). Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan:
قَاَلَ إِبْلِيْسُ : كُلُّ خَلْقَكَ بَيَّنْتَ رِزْقَهُ,
فَفِيْمَ رِزْقِيْ؟ قَالَ : فِيْما لَمْ يُذْكَرْ اسْمِيْ عَلَيْهِ
Iblis berkata kepada Allah: “Setiap makhluk-Mu telah
Engkau terangkan rizkinya. Mana rizkiku?” Kemudian Dia menjawab: “Pada makanan
yang tidak disebut nama-Ku padanya”. [Lihat ash-Shahîhah, 708]
Selasa, 15 Agustus 2017
Amal Itu Tergantung Niatnya
Amal itu bergantung niatnya
ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari
Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai
niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau
karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia
hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
Imam
Bukhari menyebutkan hadits ini di awal
kitab shahihnya sebagai mukadimah kitabnya, di sana tersirat bahwa setiap amal
yang tidak diniatkan karena mengharap Wajah Allah adalah sia-sia, tidak ada
hasil sama sekali baik di dunia maupun di akhirat. Al Mundzir menyebutkan dari
Ar Rabi’ bin Khutsaim, ia berkata, “Segala sesuatu yang tidak diniatkan mencari
keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla, maka akan sia-sia”.
Sebagian ulama’, seperti Ibnu Daqiqil ‘Ied dan An-Nawawi
menyebutkan bahwa hadits ini berkenaan dengan seorang shahabat yang melakukan
hijrah dari Mekkah menuju Madinah karena ingin menikahi wanita yang dia cintai
bernama Ummu Qais. Sehingga orang tersebut dijuluki Muhajir Ummu Qais (orang yang pindah karena mencari Ummu
Qais). Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
‘anhu ia berkata, “Dahulu ada
seseorang berhijrah untuk menikahi seorang wanita yang disebut Ummu Qais,
sehingga ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.” Dalam riwayat lain, “Dahulu ada di
antara kami seorang yang melamar wanita dikenal dengan Ummu Qais, ia enggan
untuk dinikahi sampai lelaki tersebut melakukan hijrah, maka lekaki itupun
berhijrah kemudian menikahinya. Orang itu kami juluki Muhajir Ummu Qais.”
Menanggapi cerita di atas, Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata,
sanadnya shahih sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim. Namun, tidak ada
keterangan pada kisah di atas bahwa hadits innamal
a’malu bin niyat(diucapkan oleh Nabi) bertepatan dengan kejadian itu.
Aku juga tidak menemukan satupun dalam banyak sanad hadits ini yang menegaskan
hal tersebut.” (Fathul Bari 1/10)
Meski tidak ditemukan kaitannya yang shahih antara hadits dengan
kisah Ummu Qais, tetapi kisah ini dapat dijadikan contoh. Apalagi matan hadits
dan kisah ada kemiripan.. Wallahu a’lam bishowab.
Langganan:
Postingan (Atom)